Jumat, 15 Oktober 2010

KISI-KISI UN IPA TAHUN 2009/2010

KAJIAN PERMENDIKNAS NOMOR 75 TAHUN 2009 TENTANG KISI-KISI UJIAN NASIONAL
TAHUN 2009/2010
MATA PELAJARAN : IPA
SEKOLAH : SMP No. Standar Kompetensi Lulusan ( SKL) Kemampuan yang diuji Uraian Kemampuan Yang Diuji Indikator Alternatif
1
Melakukan pengukuran dasar secara teliti dengan menggunakan alat ukur yang sesuai dan sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Menentukan besaran fisika dan satuan yang sesuai
Besaran merupakan sesuatu yang dapat diukur memiliki nilai dan satuan.
Besaran : 2 macam, yaitu :
 Besaran Pokok
Besaran pokok adalah besaran yang satuannya didefnisikan sendiri
Besaran Pokok dengan satuan SI dan alat ukur:
 Massa: kg, gram, neraca
 Panjang:km,m, mistar, jangka sorong, micrometer sekrup
 Waktu: s, stop watch
 Suhu: K, termometer
 Kuat arus: A, amperemeter
 Jumlah zat:mol
 Intensitas cahaya: candela
 Besaran turunan
Besaran yang satuannya diturunkan dari besaran pokok.
Semua besaran fisika yang
 Menentukan besaran-besaran yang termasuk besaran pokok dan besaran turunan, satuan besaran tersebut dalam S,I. serta alat ukurnya.
 Disajikan tabel besaran dan satuan atau tabel hasil suatu percobaan, peserta didik dapat menentukan pasangan besaran fisika tertentu dan satuannya yang sesuai

Jumat, 16 Juli 2010

SEBUAH RENUNGAN

SEBUAH RENUNGAN : RUMAH SEBAGAI TERMINAL PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA
Bagikan
.... sebuah ilustrasi...
“ Seorang guru SMP tampak gelisah ketika dia mengantar siswa-siswinya mengikuti UN Ulangan beberapa waktu lalu. Dia tampak sibuk dengan telepon genggamnya. Ternyata seorang siswinya belum tampak hadir, padahal jam sudah menunjukkan pukul 7.40 WIB, sementara UN Ulangan dimulai pukul 8.00 WIB. Beberapa saat setelah siswa-siswinya yang lain masuk ruang ujian, dia berpamitan untuk menjemput siswinya di rumahnya. Tiga puluh menit sebelum UN Ulangan berakhir guru itu tampak datang bersama siswinya dan bergegas mohon ijin panitia supaya siswi itu bisa tettap ikut UN Ulangan. Akhirnya siswi itu bisa ikut UN Ulangan meski dengan waktu yang terbatas. Tampak si guru menarik napas panjang... Perlahan kutanya , mengapa dia menarik napas panjang ? Guru itu mengatakan sangat bersyukur akhirnya siswinya tetap dapat ikut UN Ulangan, meski dia tidak yakin akan hasilnya kelak, tetapi setidaknya siswinya punya kesempatan untuk lulus tahun ini. Ternyata perjalanannya cukup panjang sampai akhirnya guru itu dapat menemukan siswinya. Ketika dia ke rumah siswinya, yang didapati hanya orang tua siswinya. Dari orangtua, dia mendapat informasi siswinya sehari sebelumnya pamit ke rumah teman laki-lakinya dan sampai pagi itu belum kembali. Dengan berbekal alamat dan seragam siswinya, guru itu mencari siswinya, dan akhirnya benar dia menemukan siswinya di rumah teman laki-laki siswi tersebut. Ketika kembali kutanya, apakah orang tua siswinya ikut mencari anaknya ? Guru itu hanya menggeleng lemah..... “

SUNGGUH... ilustrasi di atas hanyalah sebuah ilustrasi, dan sangat tidak saya harapkan terjadi, kalaupun benar terjadi tentu patut dijadikan renungan ... “ APAKAH PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA YANG DIDENGUNGKAN KEMENTRIAN PENDIDIKAN TAHUN INI HANYA PERLU DILAKUKAN PADA PENDIDIKAN FORMAL ? “

SUNGGUH ... ada sesuatu yang mengganjal dalam hati saya. Ketika saya memulai meniti karir saya sebagai guru dan sampai saat ini, rasanya semua guru punya naluri yang sama, ingin siswa siswinya berhasil dengan baik dalam kehidupannya kelak. Apalagi ketika seorang guru juga mempunyai anak kandung yang kelak juga menjadi siswa di sebuah lembaga pendidikan formal, pasti yang terbayang di benaknya ketika dia mengajar adalah anak kandungnya.
SUNGGUH... sangat memilukan hati dan terus terbayang di benak saya, kalau ilustrasi itu benar terjadi, dimanakah peran orang tua ? Masih terlintas dalam ingatan saya wejangan ustadz saya dulu... “ kelak kamu akan dimintai pertanggung jawaban apa saja yang sudah kamu lakukan, kemana saja kakimu melangkah, untuk apa saja tanganmu kamu gunakan, begitu pula dengan anak-anakmu sampai mereka menginjak dewasa “ ....

SUNGGUH .... siswa kelas IX / SMP masih dapat dikatakan anak-anak, jiwa mereka masih polos, dan merupakan tanggung jawab kita semua kelak jiwa polos itu akan berwarna apa. Ada banyak hal yang bisa saya ambil sari hikmahnya selama saya menjadi guru, ada banyak pergeseran nilai-nilai atau norma-norma manakala terjadi perkembangan ilmu dan teknologi... akan tetapi satu hal yang tetap, bahwa seorang anak paling lama berada di sekolah selama 8 jam untuk sekolah formal yang tidak menerapkan sistem asrama, selebihnya dia ada bersama lingkungannya, terutama tentu lingkungan keluarganya, ayah ibunya, saudara-saudaranya. Sebagus apapun program kerja suatu sekolah ternyata akan sangat mustahil berhasil tanpa dukungan orang tua siswa-siswinya dan lingkungan sekolah tersebut.

SUNGGUH... terbayang dalam benak saya AKANKAH PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA DAPAT BERHASIL ? sementara di sisi lain masyarakat terutama lingkungan keluarga tidak mendukung. Di satu sisi para guru berusaha membuat iklim dimana siswa-siswinya bertanggung jawab dengan tugas-tugasnya, di sisi lain orang tua sangat permisif membiarkan anak-anaknya tidak mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Kadang ada banyak alasan yang dikemukakan orang tua, karena faktor ekonomilah yang membuat ke dua orang tua harus bekerja dan meninggalkan anak-anaknya di rumah tanpa pengawasan dari mereka. Ada juga yang mengatakan kasihan pada anaknya, dulu mereka begitu susah saat bersekolah karena banyaknya tugas rumah / PR, mereka tidak ingin itu terjadi pada anaknya. Yang cukup ekstrim mengatakan ... “ ITU KAN TUGAS GURU, GURU DI BAYAR UNTUK ITU, APALAGI SEKARANG GURU DAPAT TUNJANGAN PROFESI...”

SUNGGUH ... tak akan mampu saya membayangkan beban berat yang disangga para guru kalau pendidikan anak bangsa hanya dibebankan kepada guru, sementara guru hanya bertemu dan bergaul dengan siswa-siswinya selama paling lama 8 jam, apalagi jumlah peserta didiknya sampai ratusan siswa. Mereka akan sangat berkesulitan menjadikan anak bangsa seperti yang diharapkan, meski sudah berusaha memasukan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada mata pelajaran yang diampunya. Tanpa dukungan lingkungan terutama lingkungan keluarga yang seharusnya juga menerapakan budaya dan karakter bangsa, mustahil kelak anak bangsa menjadi lebih baik dari sekarang. Seperti halnya menegakan benang basah, mungkin bisa akan tetapi perlu waktu yang lama agar benang itu benar-benar tegak

SUNGGUH .... terlintas di benak saya, ketika dulu saya bahu membahu bersama kelompok PKK yang tidak hanya sekedar arisan, tetapi juga harus menjalankan program-program yang diharuskan pemerintah saat itu... ada simulasi P4, ada pokja pendidikan yang selalu harus berusaha mengadakan sarasehan pendidikan di lingkungan masyarakat, ada BKB ( Bina Keluarga Balita ) yang harus memberikan pengetahuan pada orang tua bagaimana mereka bisa mengelola balitanya, ada pokja – pokja yang harus selalu berfungsi membina masyarakat terutama para ibu yang tentunya sangat diharapkan menjadi ujung tombak mendidik putra-putri mereka. Ada pemandangan yang saya rindukan setiap kali melewati balai kelurahan atau kecamatan, adanya para ibu yang berbondong-bondong kesana untuk menimba ilmu yang diselenggarakan suatu kelompok PKK. Bukan rombongan besar buruh wanita yang antri di muka pintu pabrik, sementara di koran banyak berita korban miras yang hampir seluruhnya laki-laki yang lebih senang bermabuk ria daripada bekerja. Tidak saya pungkiri masih ada daerah-daerah yang tetap menggalak gerakan PKKnya, akan tetapi masih lebih banyak lagi yang vakum, bahkan tugu PKK yang menghiasi kampung mereka dibiarkan memudar tak terbaca.

SUNGGUH ... saya juga hanya seorang ibu biasa yang kebetulan juga menjadi seorang guru. Ada sebongkah kesedihan ketika saya ketahui anak didiknya ternyata sedang bingung harus ikuti siapa... ayahnya atau ibunya.... karena ayah-ibunya memutuskan berpisah menuruti keegoisan mereka. Ada pilu di hati ketika saya tahu anak didik saya harus hidup bersama kakek-neneknya karena tidak tahu dimana ayahnya berada, sementara si ibu harus merantau ke negeri lain. Ada gundah yang membuncah ketika saya memberi tahu orang tua perilaku anaknya selama di sekolah yang mungkin tidak sesuai dengan norma yang ada, akan tetapi si orang tua tidak bisa menerimanya karena di mata orang tua anak mereka anak yang manis.

SUNGGUH.... sebagai orang tua saya hanya ingin mengajak kepada seluruh orang tua , MARI KITA MULAI DARI DALAM RUMAH KITA PENDIDIKAN BUDAYA DAN KARAKTER BANGSA, agar kelak anak-anak kita tidak menjadi generasi yang beringas, rakus dan egois., agar kelak anak-anak kita menjadi generasi yang bertanggung jawab, mengasihi sesama dan jujur pada diri mereka sendiri.